Foto: Wihdan Hidayat/Republika, Teks : Hendra Nurdiyansyah/Antara
Pandemi COVID-19 sangat berdampak pada sektor pariwisata di Indonesia, tak terkecuali Yogyakarta. Kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke kota gudeg tersebut menurun drastis bahkan sampai menyentuh angka nol.
Menurut data Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, kunjungan wisatawan mancanegara pada bulan April 2020 di masa pandemi COVID-19 0 orang, atau turun 100 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 19.605 orang.
Demikian juga terjadi pada kunjungan wisatawan domestik pada bulan April 2020 di masa pandemi COVID-19 0 orang, atau turun 100 persen bila dibandingan periode yang sama tahun lalu yang mencapai mencapai 685.688 orang.
Alhasil, roda perekonomian di Yogyakarta yang sebagian besar bergantung pada sektor pariwisata pun lumpuh.
Untuk mendongkrak kembali tingkat kunjungan wisatawan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyusun program untuk dilaksanakan di masa pemulihan pada Juli-Desember 2020.
Selain itu, Pemerintah DI Yogyakarta meminta pengelola tempat-tempat wisata untuk memberikan layanan tambahan kepada para pengunjung seperti memperbanyak tempat cuci tangan.
Secara bertahap, Yogyakarta siap membuka kembali kunjungan wisata.
Selaras dengan itu, mewajibkan wisatawan untuk selalu menggunakan masker dan pelindung wajah serta menjaga jarak antar pengunjung seiring dengan program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yakni “Cleanliness, Health and Safety”.
Gayung bersambut, sejumlah destinasi wisata pun merespon imbauan tersebut.
Pihak pengelola dan penyedia jasa wisata menerapkan protokol kesehatan COVID-19 secara ketat dan melakukan simulasi untuk membiasakan tatanan era adaptasi kebiasaan baru.
Pelaku industri kreatif di Yogyakarta juga kembali bangkit, memanfaatkan pemasaran secara daring untuk menawarkan produknya.
Secara bertahap, Yogyakarta siap membuka kembali kunjungan wisata dengan segala potensi wisata sejarah, budaya dan keindahan bentang alamnya. Semua itu untuk tetap menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Seperti kata penyair legendaris Indonesia Joko Pinurbo, Yogyakarta itu terbuat dari “Rindu, Pulang dan Angkringan”.